Selasa, 07 Desember 2010

Bank ASI

Proses menyusui adalah pemberian hak anak oleh ibu. Konon pada zaman Rasul, wanita-wanita di desa menjadikan ini sebagai mata pencaharian. Mereka berkeliling kota mencari wanita hamil dan menawarkan jasa menyusui kalau bayinya lahir nanti. Halimatussa'diah adalah wanita dari bani Saad yang dipercaya untuk menyusui manusia mulia bernama Muhammad SAW.

Namun pada kondisi saat ini gencarnya iklan-iklan produk susu formula jelas sangat mengganggu program ASI yang seharusnya diberikan ibu hingga anak berumur 2 tahun. Banyak ibu yang tergoda memberikan susu formula padahal anaknya baru berusia beberapa bulan. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya. Beberapa waktu lalu, masalah susu formula sempat terangkat ketika ditemukannya bakteri E. Sakazaki[1] pada susu formula bayi. Dari situ saja sebenarnya dapat terlihat bahwa tidak ada susu yang sesteril dan sebaik ASI. [2]

Namun hingga saat ini bank ASI masih menjadi kontroversi di Indonesia. Hal ini terkait dengan masalah agama dan kepercayaan yang dianut umat muslim di Indonesia. Lalu bagaimana polemik seputar laktasi yang bersifat perbankan ini disikapi oleh umat muslim akan kami paparkan dalam makalah sederhana ini.



Secara terbatas kami menyadur berbagai sumber yang mewakili sumber lain untuk sekilas membahas permasalahan diatas dengan pembagian permasalahan sebagai berikut

  1. Pengertian ASI
  2. Hikmah ASI
  3. Permasalahan ASI
  4. Bank ASI


Here we go!!!



1.     Pengertian ASI

Air susu ibu atau ASI adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat. ASI diproduksi karena pengaruh hormon prolactin dan oxytocin setelah kelahiran bayi. ASI pertama yang keluar disebut kolostrum atau jolong dan mengandung banyak immunoglobulin IgA yang baik untuk pertahanan tubuh bayi melawan penyakit. Bila ibu tidak dapat menyusui anaknya, harus digantikan oleh air susu dari orang lain atau susu formula khusus. Susu sapi tidak cocok untuk bayi sampai berusia 1 tahun.

Dan dalam ilmu syariat Islam, ilmuwan Islam lebih concern untuk menerjemahkan pada hal pekerjaannya yaitu ‘menyusui’ nya atau penyusuan karena lebih berhubungan dengan fiqih sebagai acuan syara’. Menurut bahasa –seperti yang dinyatakan oleh Imam Razi- penyusuan berasal dari kata الرضاع (baca: ar ridha’/ ar radha’ [menurut Imam Muhammad ar Razi lebih benar yang ar ridha’]) yaitu isim -untuk maksud- menghisap payudara dan meminum air susunya.[3]

Dan menurut istilah, ulama berbeda pendapat, perbedaan pendapat dalam masalah istilah penyusuan ini sangat berpengaruh dengan hukum penyusuan terhadap kesyariatan yang ada di dalamnya yaitu pengharaman perkawainan, agar lebih jelas kita lihat saja pengertian secara istilah dibawah ini:

î     Pengertian pertama ini sebenarnya berbeda pada penjelasannya[4] namun sebagaimana ditulis Dr. Yusuf Qardhawi[5] bisa digabungkan menjadi satu pengertian menurut  jumhur fuqaha --termasuk tiga orang imam mazhab,  yaitu  Imam  Abu  Hanifah, Imam  Malik,  dan  Imam  Syafi'i--  ialah  segala sesuatu yang sampai ke perut bayi melalui kerongkongan atau lainnya, dengan cara  menghisap  atau  lainnya, seperti dengan al-wajur (yaitu menuangkan air  susu  lewat  mulut  ke  kerongkongan),  bahkan mereka  samakan  pula  dengan jalan as-sa'uth yaitu menuangkan air susu ke hidung (lantas ke kerongkongan), dan ada pula yang berlebihan  dengan  menyamakannya dengan suntikan lewat dubur (anus).

î     Pengertian dari Imam al-Laits bin Sa'ad,  yang hidup sezaman dengan Imam Malik dan sebanding (ilmunya) dengan beliau. dan golongan Zhahiriyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka mempunyai dua riwayat, riwayat pertama setuju dengan pendapat diatas, namun riwayat yang kedua menyangkal bahwa wajur dan sauth tidak termasuk dalam penyusuan menurut istilah Disebutkan  di  dalam  al-Mughni  "Ini  adalah  pendapat  yang dipilih   Abu   Bakar,   mazhab   Daud,  dan  perkataan  Atha' al-Khurasani mengenai sa'uth, karena yang demikian  ini  bukan penyusuan,  sedangkan  Allah  dan Rasul-Nya hanya mengharamkan (perkawinan) karena penyusuan. Karena  memasukkan  susu  lewat hidung  bukan  penyusuan (menghisap puting susu), maka ia sama saja dengan memasukkan susu melalui luka pada tubuh."[6]

î     Pengertian Ibnu Hazm adz Dzahiry[7] dan Dr Yusuf Qardhawi[8] (yang paling sesuai dengan kebenaran[9]) adalah apa yang dihisab oleh penyusu (anak susuan.pen) dari payudara ibu susuan saja.



2.     Hikmah ASI

a. Hikmah secara medis

ASI –khususnya di Indonesia saat ini- benar-benar harus digalakkan untuk memerangi serbuan susu formula atau lainnya yang bisa menggoyahkan pendirian ibu untuk menyusui (bagi anak-anak yang masih berada pada usia yang sangat membutuhkan ASI.pen), terutama karena banyak diantara produsen susu yang mengiming-imingi para ibu dengan souvenir-souvenir cantik.

Botol, dot dan benda lain yang digunakan dalam pemberian susu formula juga bisa jadi masalah. Jika tidak steril, benda-benda itu bisa memicu beragam bakteri berbahaya, apalagi dengan kondisi air yang sangat krisis pada saat bencana. Memberikan ASI pada anak adalah yang terbaik, namun yang tidak kalah penting adalah kegiatan menyusui itu sendiri karena dari situlah ikatan ibu dan anak terbentuk.[10]

Manfaat ASI sangat banyak sekali, misalnya untuk si bayi[11]:

-         menjaga agar bayi tetap mencakup unsur-unsur hubungan ibu dan anak (karena ASI membentuk tulang daging dan pertumbuhan bayi lainnya)

-         menjaga pertumbuhan bayi tetap natural dan terjaga dari penyakit yang mengkhawatirkan karena ASI sangat kompleks dan berisi lebih dari 100.000 komponen biologis yang unik, yang memainkan peran utama dalam makanan dan ketahanan penyakit pada bayi. Elemen penting misalnya: Imunoglobulin, Laktoferin, Lisozim, Faktor bifidus, DHA & ARA[12]

-         Bayi yang diberi ASI lebih sehat dan memiliki infeksi dan alergi lebih sedikit daripada bayi susu formula.

Sedangkan untuk ibu yang menyusui:

-         Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

-         Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).

-         Penelitian membuktikan bahwa ibu yang memberikan ASI secara eksklusif memiliki risiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium lebih rendah dibanding ibu yang tidak menyusui secara eksklusif.

-         Mengeluarkan ASI membantu ibu dalam mengurangi hormon prolaktin yang berbahaya ketika terjadi kelebihan dalam tubuh.[13]

Namun adakalanya pemberian ASI eksklusif dari ibu sendiri mengalami kendala. Ada beberapa penyebab mengapa ibu tidak bisa memberikan ASI untuk bayinya sendiri, antara lain :

-         kelahiran prematur, sehingga suplai ASI belum memadai untuk kebutuhan si bayi. Stres ibu yang melahirkan bayi prematur juga menyebabkan ASI tidak keluar.

-         Ibu yang melahirkan bayi kembar dua atau tiga. Suplai ASInya tidak mencukupi kebutuhan si bayi kembar ini.

-         Jika ibu menderita penyakit yang mengharuskan minum obat tertentu dan membahayakan kesehatan bayi, misalnya obat kemoterapi.

-         Ibu menderita penyakit menular seperti Hepatitis atau HIV AIDS.

-         Mungkin ibu mengalami masalah kesehatan serius yang menyebabkan ASInya sama sekali tak dapat keluar.



b. Hikmah secara syar’i (Hukum Islam)

Pernyataan para ahli[14] yang diatas juga dikuatkan adanya oleh Syaari’ (pembuat hukum/Allah swt.) dalam firman-firman-Nya. ASI sangat dibutuhkan oleh bayi, dan karena pentingnya, penyusuan dengan faktor adanya ibu dan anak sepersusuan dan segala ketentuan tentang proses dan persaudaraan setelahnya mengakibatkan penyerupaan terhadap nasab[15] sehingga menimbulkan pengharaman perkawinan dengan dasar berikut ini[16]:

î     Dalil kitab:

حُرِّمَتۡ عَلَيۡڪُمۡ أُمَّهَـٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٲتُڪُمۡ وَعَمَّـٰتُكُمۡ وَخَـٰلَـٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَـٰتُڪُمُ ٱلَّـٰتِىٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٲتُڪُم مِّنَ ٱلرَّضَـٰعَة …….

Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan…. (Q.S. An Nisa ayat 23)

î     Dalil Sunnah (Hadist):[17]

يحرم من الرضاعة ما يحرم من النسب

Artinya: “Haram sebab sepersusuan seperti haram sebab keturunan” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

î     Dalil Ijma’: para ulama’ Fiqih global sepakat dengan hukum keharaman perkawinan sebab sepersusuan karena kejelasan dalil dalam al Qur’an dan Hadist.

Pengharaman nikah sepersusuan ini sebagai salah satu rahmat Allah kepada kita untuk memasukkan hubungan persusuan dalam tali kekeluargaan. Karena ibu yang menyusui telah larut membentuk tubuh anak susuannya sehingga sang anak susuan mewarisi tabiat, akhlak dari ibu susunya seperti anak kandung dari ibu-susunya.



3.     Permasalahan ASI

Dengan mengetahui pentingnya ASI dan konsekuensinya maka sebelum membahas tentang kontroversi bank ASI, kami paparkan beberapa permasalahan tentang produk ASI yang mempunyai konsekuensi syar’i terhadap orang yang melakukannya (ibu/anak dan yang berubah senasab karenanya.pen) sebagai berikut:

î     Pihak-pihak keluarga yang berubah menjadi senasab karena sepersusuan dan mahram ketika berbeda jenis kelamin menurut al Qur’an surat an Nisa’ ayat 23 adalah sebagai berikut[18]:


َأُمَّهَـٰتُڪُمُ ٱلَّـٰتِىٓ أَرۡضَعۡنَكُم

Ibu yang menyusui

ibu yang menyusui ibu dari ibu yang menyusui / nenek sepersusuan

ibu  dari suami yang menyusui / nenek dari bapak susu

َأَخَوَٲتُڪُم مِّنَ ٱلرَّضَـٰعَة

Saudara perempuan dari ibu yang menyusui

Saudara perempuan dari suami ibu yang menyusui / bibi dari bapak susu

Cucu perempuan ibu yang menyusui

Saudara perempuan sesusuan



î     Yang disunahkan dan dimakruhkan[19]:

a.       disunahkan mencari ibu susuan yang muslimah

b.      disunahkan memilih ibu susuan yang berakal

c.       dimakruhkan memilih ibu susuan yang berakhlak buruk

d.      dimakruhkan memilih ibu susuan yang hamil karena zina atau terkena penyakit

e.       dimakruhkan memilih ibu susuan yang musyrik dan majusi kecuali jika sangat butuh dan darurat (lebih disunahkan yang dzimmi saja)

f.        imam Malik memakruhkan ibu susuan dari orang yahudi, nasrani, dan majusi



î     Susuan yang mengandung konsekuensi syariat/fiqih:

a.       Banyaknya kadar susuan[20]:

»         Pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Imam Ahmad (dalam salah satu riwayat), Ibadiyah, dan Ulama dan sahabat pada umumnya seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Sa’id bin Musayyab, Hasan Basri, Juhri, Qatadah, Hammad, Auza’I, Tsauri, Laits bin Sa’ad, Ibnu Mas’ud, Umar bin Khatar dan anaknya[21]: menyebabkan keharaman baik sedikit atau banyak susu yang diberikan. Dengan alasan bahwa dalil al Qur’an dan sunnah sudah mutlak tanpa jumlah susuan. Walaupun salah satu atsar menyebutkan jumlah namun sama saja, jumlah yang disebut dalam atsar adalah satu kali susuan.

»         Pendapat Ibnu Hazm (golongan dzahiriyah), Syafi’iyah, Hanabilah (yang shahih), dan Zaidiyah : lima kali susuan yang banyak, terpisah dan mengenyangkan. Mereka menggunakan dalil dari sunnah sebagai dalil yang paling kuat yaitu hadist yang terjemahannya: “Riwayat dari Aisyah ra. Ia berkata: Pada permulaan turunnya al Qur’an, sepuluh kali menyusu menjadi haram, kemudian di nasakh dengan ayat yang mengatakan lima kali saja sudah menjadi haram, Kemudian Rasulullah meninggal dunia, dan ayat itu masih dibaca/dianggap al Qur’an.” (HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa’i)[22] beberapa ulama yang menganggap bahwa perkataan Aisyah tersebut tidak mutawatir bahkan dhoif.[23] Namun hujjah para ulama dalam pendapat ini sangat kuat sehingga para dosen di Universitas al Azhar Jurusan Syariah Islam bagian Fiqh Perbandingan juga dalam buku Fiqh Sunnah 5 menganggap bahwa pendapat ini adalah yang paling kuat atau rajih.

»         Pendapat Imam Ahmad (dalam riwayat lain), Daud bin Ali adz Dzahiri, Abu Tsaur dan Ibnu al Mundzir: tiga kali susuan keatas. Mereka menggunakan dalil hadist yang terjemahannya: “Tidak haram kawin karena sekali atau dua kali susuan. (HR. Jamaah kecuali Bukhari)[24]

»         Pendapat Aisyah ra.: tujuh kali susuan keatas.

»         Pendapat Aisyah (dalam kitab lain) dan Hafsah, dan Urwah bin Zubair: sepuluh kali susuan.[25]

»         Sebuah kelompok ahli fiqih: tidak mementingkan jumlah susuan namun kadarnya adalah terbentuknya tubuh karena elemen-elemen dari ASI.[26]

b.      Umur bayi:

»         Pendapat jumhur ulama[27] umur anak waktu menyusu adalah kurang dari dua tahun[28] yaitu ketika makanannya cukup dengan susu dimana daging dan tulangnya tumbuh dari makanan air susu, sebagaimana dalam firman Allah swt.:



۞ وَٱلۡوَٲلِدَٲتُ يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَـٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِ‌ۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ‌ۚ...

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (Q.S. al Baqarah ayat 233)

Dan dalam hadist Ibnul Adi dari Ibnul Abbas riwayat Daruquthni[29]:

لا رضَاعَ الا فى الحولين

Artinya: “Tidak dikatakan menyusui, kecuali sebelum umur dua tahun”

»         Namun ulama berbeda pendapat ketika si bayi dipisahkan dari ibu-susunya sebelum dua tahun padahal dia masih memerlukan susu, kemudian tidak minum susu sampai lewat dua tahun, lalu ibu-susu yang sama atau ibu-susu yang lain menyusuinya[30]:

·  Abu Hanifah dan Syafi’i tetap mengharamkan dengan landasan hadist Nabi saw. yaitu:

انما الرضاعة من المجاعة

Artinya: “Dikatakan penyusuan hanyalah yang bisa mengenyangkan.”

·  Imam Malik berpendapat bahwa anak yang lewat umur dua tahun, baik sedikit ataupun banyak tidak mengharamkan. Air susunya dianggap sama dengan air.

»         Pendapat beberapa golongan ulama salaf dan mutaakhir menurut pendapat dari Aisyah ra. Diriwayatkan dari Ali, Urwah bin Zubair, Atha’ bin Abi Rabah, Laits bin Sa’ad, dan Ibnu Hazm menyatakan bahwa jika menyusui anak yang usianya sudah lebih dari dua tahun atau lanjut tetap dianggap sebagai penyusuan yang berkonsekuensi hukum fiqih. Mereka menggunakan dalil hadist yang diriwayatkan oleh Malik dari Ibnu Syihab[31] yang terjemahannya adalah: “Aku diberitahu oleh Urwah bin Zubair, bahwa Rasulullah menyuruh salah seorang puteri Sahlah binti Suhail untuk menyusui Salim[32], maka ia pun menganggapnya sebagai salah seorang anak laki-lakinya.”



c.       Sifat asal susu:

Ada dua sifat susu yaitu langsung bersumber dari payudara ibu dan tidak langsung dari payudara ibu. Penjelasannya sebagai berikut:

»         Langsung dari payudara ibu dengan cara menghisap. Pendapat Ibnu Hazm yang dikutip oleh Dr. Yusuf Qardhawi: Adapun selain cara seperti  itu, Dr. Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa sama sekali tidak dinamakan irdha', radha'ah, dan radha' (menyusui yang berkonsekuensi hukum pengharaman nikah), melainkan hanya air susu,  makanan,  minuman,  minum,  makan,  menelan,  suntikan, menuangkan  ke hidung, dan meneteskan, sedangkan Allah Azza wa Jalla  tidak  mengharamkan   perkawinan sama sekali yang disebabkan hal-hal seperti ini.[33] Hal ini sesuai dengan hikmah pengharaman penyusuan yaitu adanya sifat keibuan yang menyerupai rasa keibuan satu nasab yang menumbuhkan rasa kekanakan (sebagai anak), persaudaraan (sesusuan), dan kekerabatan-kekerabatan  lainnya. Maka sudah dimaklumi bahwa menurut pendapat ini tidak ada proses penyusuan melalui bank susu. Apalagi ada bank susu yang menggunakan metode penyimpanan dengan cara dipanaskan dengan derajat yang tinggi lalu diolah menjadi bubuk.[34] Yusuf Qardhawi lalu memberikan peringatan atas pendapatnya sendiri yaitu bagi kaum wanita, janganlah mereka  menyusui setiap anak kecuali karena darurat. Jika mereka melakukannya, maka hendaklah mereka mengingatnya atau mencatatnya, sebagai sikap hati-hati.

»         Tidak langsung, baik melalui gelas dulu, sedotan, hidung dan sebagainya sudah menyebabkan pengharaman nikah sesusuan. Seperti pada penjelasan pengertian menyusui di awal pembahasan makalah ini, jumhur fuqoha masih sepakat[35] kecuali dalam hal percampuran ASI yaitu sebagai berikut:

·  Bila bercampur dengan hal lain seperti air atau obat, susu hewan maka jika kadar ASI lebih banyak akan menyebabkan keharaman, begitu sebaliknya jika sedikit tidak menyebabkan keharaman: madzhab Hanafi, Malikiyah, Syafi’iyah, Ibnu Hamid dari Hanabilah, Zaidiyah, Abu Tsaur[36]. Pendapat ini adalah pendapat yang rajih.[37]

·  Sama sekali tidak mengharamkan jika ASI bercampur dengan hal-hal diatas: madzhab Hanafi (dari Abi Hanifah), Dzahiriyah, Qiyas perkataan Ahmad dari Abu Bakar (Hanabilah), dan Imamiyah.

·  Jika bercampur antara ASI ibu yang satu dengan ibu yang lain ulama berbeda pendapat:[38]

§         Menyebabkan keharaman (pada setiap ibu-susu masing-masing): pendapat Imam Abu Hanifah dalam suatu riwayat (perkataan Muhammad Wazfur), masyhur di kalangan Malikiyah, Syafi’iyah. Dan ada sebagian yang menambahkan syarat 5 kali tuang (minum) yaitu madzhab Hanabilah, Zaidiyah, Ibadhiyah. (pendapat yang rajih)

§         Tidak menyebabkan keharaman jika: pendapat Abu Yusuf dari Hanafiyah, riwayat lain dari Abu Hanifah, masyhur di Malikyah juga, Syafi’i jika terjadi 5 kali susuan lebih, Dzahiriyah pastinya.

·  Jika jumlah susu, sumber susu, atau bentuk susu meragukan maka tidak mengakibatkan keharaman[39], begitu pendapat madzhab Hanafi yang di kutip oleh Dr. Yusuf Qardhawi, karena kebolehan nikah merupakan hukum asal ayng tidak bisa dihapuskan oleh sesuatu yang meragukan. Seperti dalam keraguan talak dan bilangannya.[40]

d.      Saksi dalam persusuan:

»         Sebagian ulama mengatakan bahwa untuk terjadinya persusuan yang mengakibatkan kemahraman, maka harus ada saksi. Seperti pendapat Ash-Sharabshi[41], Thawuz, Zuhri, Ibnu Dzi’ib, Auza’i, dan salah satu riwayat Ahmad[42].

»         Ulama lain berpendapat bahwa tidak perlu ada saksi.[43] Cukup perkataan dari ibu-susu saja.




Ngapain ada Bank ASI segala??


Keberadaan Bank ASI amat didukung oleh Unicef dan WHO. Hanya saja proses uji kelayakan ASI ini membutuhkan peralatan canggih dengan dana yang tidak sedikit. Menurut Dr Yusfa Rasyid dari RS YPK, Bank ASI adalah isu besar dan luar biasa. Oleh sebab itu, banyak PR yang harus dilakukan terlebih dahulu di Indonesia sebelum bisa sampai ke sana. Klinik Laktasi Carolus pernah melakukan praktek semacam bank ASI, dengan berbekal berbagai literatur mengenai bank ASI di luar negeri serta persetujuan dari 5 pemuka agama di Indonesia. Sayangnya hanya berjalan 3 tahun. Pasalnya, pihaknya hanya mampu melakukan tes kesehatan dan wawancara untuk calon ibu penyumbang. Tak ada screening dan teknik pasturisasi canggih seperti yang dilakukan bank ASI di luar negeri. Jadi tak dapat menjamin air susu sumbangan ibu 100% aman.[44]



a.      Sejarah dan gambaran singkat[45]

Konsep perbankan dalam donor ASI menjadi populer dalam seratus tahun terakhir sebagai ketertarikan dokter terhadap kelangsungan hidup bayi, juga anak-anak dalam mencari cara lain untuk mendapatkan susu manusia. Perbankan ASI didefinisikan sebagai pengumpulan, penyaringan, pengolahan, dan distribusi susu manusia dari relawan ibu menyusui. Amerika Serikat adalah bank donor ASI pertama yang didirikan di Boston pada tahun 1911. Ibu menerima pembayaran untuk susu mereka bagi bayi yang dirawat di rumah sakit dengan pengawasan perawat bayi mereka sendiri untuk menjaga pasokan susu. Para donor secara fisik diperiksa penyakitnya dan pasteurisasi susu untuk membunuh bakteri berbahaya. Pada akhir 1920, lebih banyak bank ASI didirikan di Amerika Serikat dan pada 1943, American Academy of Pediatrics menerbitkan panduan untuk operasional Bank ASI.

Pada 1970-an, neonatologi menjadi bidang sendiri dan bayi prematur lebih sedikit yang meninggal dan mulai bisa untuk bertahan hidup. Donor ASI menjadi bagian integral dari pemberian makan bayi prematur, dan bank ASI berkembang di seluruh negeri.

Pada awal 1980, jumlah bank ASI menurun drastis dengan cepat karena adanya penyebaran AIDS dan infeksi. Seperti darah, ASI juga merupakan pembawa virus tersebut. Selain itu, formula khusus yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bayi prematur dan penyediaan donor ASI menjadi kurang kritis. Nutrisi lengkap namun bayi tidak bisa menerima dan penelitian mulai mengembangkan cara, aman terjangkau untuk memberikan ASI manusia bagi mereka yang membutuhkan.

Hari ini, di negara yang sudah serius menerapkan bank ASI, ASI menjadi pilihan yang lebih disukai dari makanan bayi bagi dokter dan dokter anak di Amerika Utara juga negara-negara lain. Donor ASI sekarang dibagikan hanya dengan resep untuk bayi dengan kebutuhan medis dan nutrisi termasuk bayi yang lebih tua dan anak-anak dengan masalah gizi atau imunologis utama. Dengan kesadaran lanjutan maka perbankan ASI bisa menjadi alternatif pemberian keselamatan manusia dan manfaat kesehatan, lebih banyak bayi prematur sakit yang diharapkan untuk berkembang dan penyakit bayi tertentu akan berkurang dari ancaman.

Hanya sedikit bank ASI manusia yang tersisa di dunia, karena kebutuhan mereka telah surut. Selama berada dalam perawatan bayi unit khusus, bayi itu akan dipelihara oleh susu yang berasal dari sejumlah besar wanita, dan muncul pertanyaan apakah anak-anak perempuan tersebut serta bayi lain yang mengkonsumsi susu mereka harus dianggap saudara dan saudari dan karena itu tidak boleh menikah satu sama lain. Larangan alami akan diperluas untuk mencakup jaringan ekspansi hubungan luar bayi susuan, semua lebih diperparah dengan jumlah ibu donor yang mungkin cukup besar. Mungkin masalah ini adalah pada saat tidak lebih dari kepentingan akademik. Bagaimanapun, dibahas dalam simposium "Islam dan Reproduksi" yang diselenggarakan di Kuwait pada tahun 1983 oleh Organisasi Ilmu Kedokteran Islam dan dihadiri oleh sekelompok ahli medis terpilih dan yurisprudensi. Spektrum diharapkan dari pandangan yang diungkapkan. Ultrakonservatif menyarankan bahwa harus ada registry susu secara rinci dan setiap donor juga keluarga setiap penerima harus diberi catatan lengkap dari yang menerima susu dari siapa. Siapa saja yang berkenalan dengan operasional bank ASI akan menyadari bahwa logistik yang luar biasa jugaa adanya metode praktis. Umat Islam harus merasa bebas untuk memilih pandangan yang menjamin kepentingan terbaik bagi bayi mereka dan dalam cara yang lebih mudah dan praktis, suatu sikap yang lebih sesuai dengan tujuan hukum Islam.[46]

Sebagai contoh Negara Islam yang sudah mendirikan Bank ASI adalah Mesir. Kementrian kesehatan dalam Darul Ifta’ (semacam MUI.pen) Mesir juga telah menerbitkan fatwa-fatwa tentang Bank ASI seperti pada fatwa nomor 1259 tahun 1412 H[47]. di Indonesia pendirian bank air susu ibu (ASI) diperbolehkan dengan persyaratan tertentu dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke VIII di Hotel Twin Plasa, Jakarta Barat, Selasa 27 Juli 2010. Dalam kesempatan itu, MUI juga membahas mengenai wacana pendirian bank ASI dengan persyaratan tertentu. Menurut Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh "Syarat pertama adalah bank ASI boleh setelah melalui musyawarah antara orang tua bayi dan donor yang termasuk pembahasan mengenai biaya bagi donor Para donor juga harus tetap menjaga syariat Islam dalam perilaku sehari-hari".[48]

Musyawarah antara kedua belah pihak dibutuhkan karena anak yang menyusu dari ibu yang sama akan menjadi saudara sesusuan yang haram hukumnya untuk menikah. Jika orang tua bayi mengetahui siapa donor bagi ASI yang digunakan maka dapat dihindari pernikahan antara saudara sesusuan yang diharamkan agama tersebut. Syarat lain dari dibolehkannya bank ASI tersebut adalah bahwa donor harus dalam kondisi sehat dan tidak hamil selama memberikan ASI-nya.

Cara penyimpanan ASI dengan cara[49]:

-         Cara Ilegal dengan menyimpan ASI secara manual oleh ibu dan membekukan susu ke dalam freezer dalam suhu sangat rendah agar bertahan selama kurang lebih 3 bulan dan mendonorkan sendiri dengan cara benar yang paling diyakininya.

-         Pergi ke Bank ASI dan mengambil ASI dengan cara mekanik[50] yang lebih cepat dan tetntunya secara sukarela menyerahkan urusan pedonoran terhadap bank.

-         Memproduksi ASI secara manual sendiri, menyimpannya ke dalam freezer (kira-kira 4 derajat dibawah nol celcius untuk bertahan selama 4 hari atau -20 derajat untuk 3 bulan lebih) kemudian diserahkan terhadap pendonoran Bank.



b.      Kontroversi bank ASI

Dalam hal ini bisa dikelompokkan pendapat ulama fiqhiyah tentang adanya Bank ASI dengan melihat pendapat hukum mereka diatas yaitu:

»         Pihak yang mendukung adanya bank ASI dalam Islam:

Antara lain yang berpendapat tentang:

-         definisi menyusui yang hanya dengan cara menghisap lewat payudara ibu. Bank ASI tidak masalah didirikan karena tidak menimbulkan keharaman kecuali bila mereka menghendaki Bank ASI memberlakukan prosedur ‘langsung’. Pandapat ini juga disertai peringatan agar selalu berhati-hati dalam kegiatan penyusuan alami, yaitu dengan mencatat atau dengan saksi seperti yang dijelaskan di atas.

-         Proses pengadaan ASI yang meragukan misal kadar susu juga sampainya ke kerongkongan dan subyek pemberi susu (ibu-susu) yang tidak jelas menjadi pendapat yang tidak menyebabkan ASI sebagai penyebab keharaman. Pendapat ini juga disertai peringatan kehati-hatian atau kewajiban untuk tidak sembrono dengan penyusuan.

-         Bagi yang berpendapat dengan percampuran ASI baik yang mengharamkan atau tidak.

-         Bagi yang berpendapat tentang kadar susu yaitu sesuai dengan pendapat mereka masing-masing dengan ketentuan konsekuensi masing-masing pula.

»         Pihak yang tidak mendukung adanya bank ASI dalam Islam adalah semua ulama yang tidak mendapati konsekuensi tentang keharaman hubungan sepersusuan dalam bank ASI sesuan dengan hujjah pendapat fiqh masing-masing karena mereka lebih mementingkan ke hati-hatian. Seperti pendapat Yusuf Qardhawi yang lebih mementingkan proses penyusuan langsung agar sikap hati-hati itu lebih terpelihara dan lbih jauh dari syubhat. Karena larangan tentang Bank ASI pun tidak ditemukan dalam dalil selama bank ASI tetap bertujuan untuk mewujudkan maslahat syar’iyah yang muktabarah dan memenuhi kebutuhan yang wajib dipenuhi.[51]



Kehati-hatian pelaksanaan bank ASI yang sesuai dengan syariah Islam menyinggung beberapa hal berikut:

»         Hukum mentasharufkan ASI[52]

î     Hukum jual beli ASI

§         Madzhab Jumhur Hanafiyah, Syafi’iyah, sebagian Hanabilah: tidak boleh memperjualbelikan ASI baik dari payudara langsung maupun tidak langsung. Mereka berpegang pada dalil ijma’ dan rasio.

§         Madzhab Abu Yusuf dari Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah di sebagian madzhab, Ibnu Hamad dari Hanabilah, Dzahiriyah: boleh memperjualbelikan asinya. Mereka berpegang pada ayat al Qur’an dan rasio. Sebagaimana firman Allah:

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْ‌ۚ

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. al Baqarah ayat 275)

Kepemilikan ASI menjadi alasan kehalalan sang ibu untuk menjualnya. Dan ASI bersifat suci, jadi secara akal juga diperbolehkan menjual hal yang suci.

§         Pendapat yang rajih adalah pendapat yang melarang jual beli ASI karena kekuatan dalilnya dan lemahnya dalil madzhab yang membolehkan jual beli ASI.

î     Hukum hibah/donor ASI

§         Hukumnya boleh secara syar’i namun cara menyusuinya harus secara langsung melalui payudara kepada anak kecil. Dalil al Qur’an:

ْ‌ۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٲن

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.ِ‌” (Q.S al Maidah ayat 2)

î     Hukum memanfaatkan ASI dengan cara ijarah

§         Ulama sepakat membolehkan untuk membuat kesepakatan penyusuan kepada ibu lain, dan dalam al Qur’an juga disebutkan asinya bukan berupa harga untuk jual beli namun hanya ijarah seperti firman Allah swt.:

فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ‌

“Kemudian jika mereka menyusukan [anak-anak]mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya” (Q.S. at Thalaq ayat 6)

»         Bahaya-bahaya yang harus diperhatikan:[53]

î     Pengaruh ASI dari bank ASI terhadap kerusakan akhlak. Karena tabiat akan diwariskan dalam ASI maka perlu diperhatikan identitas pendonor ASI, sehingga perlu dilakukan konsekuensi tidak adanya pencampuran ASI masing-masing pendonor. perhatian ditujukan pada agama sang ibu apakah dia musyrik, nasrani, majusi dll. Diutamakan ibu yang muslimah.

î     Perhatian terhadap penghormatan ibu-susu. Karena pendonor yang sukarela juga berasal dari ibu yang muslimah susu yang didonorkan akan sangat bermanfaat dan membentuk tubuh maupun kemuliaan tabiat akhlak si bayi maka penghormatan terhadap proses pendonoran ASI sampai distribusi harap diutamakan.

î     Keharaman terhadap perkawinan dari Allah swt. Jangan sampai melanggar dalil-dalil yang ada dengan sembrono melakukan pendonoran.

î     Sampainya penyakit. Proses pendonoran harus sesuai dengan prosedur kesehatan yang ada sehingga bahaya penyakit menular terhadap si bayi bisa diminimalisir

î     Aurat ibu-susu ketika mendonor juga harus diperhatikan agar kehormatan Islam tetap terjaga.

î     Pencampuran Nasab. Harus jelas silsilah nasab si pendonor.

î     Kesehatan ibu pendonor dan bayinya.

î     Bahaya sosial yang sangat kompleks perlu diperhatikan, jangan sampai bank ASI menimbulkan permasalahan yang meluas kepada masyarakat misalnya, penyakit, kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Yang kaya menjadi manusia yang mementingkan kepraktisan bank ASI sedangkan yang miskin bergantung kepada mata pencaharian baru yaitu pendonor ASI. Keseimbangan sosial harus diperhatikan dalam bahaya ini.





PENUTUP



Memang tidak ada alasan untuk melarang diadakannya bank susu selama bertujuan maslahat syar’iyah yang muktabarah, dan memenuhi kebutuhan yang wajib dipenuhi dengan memperhatikan pendapat-pendapat para fuqaha diatas. Dan karena masalah ini bersangkut paut dengan masyarakat umum dan kemaslahatan umum maka yang lebih utama adalah kemudahan sebagai upaya untuk meringankan beban dan menjaga kondisi masyarakat yang membutuhkan kemudahan dan kasih sayang. Dan yang perlu diingat sekali lagi adalah mengambil yang lebih hati-hati tanpa mengambil mana yang lebih mudah.






[1] Laporan mengenai infeksi E. sakazakii menunjukkan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi


[2] Nurul Ufah. Kontroversi Pendirian bank ASI. Detikhealth.com. 2009


[3] Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer Universitas al-Azhar Jurusan Syariah wal Qanun Prodi Fiqih Perbandingan (Tanta, 2006), hal. 21


[4] Lihat Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer… hal. 22


[5] As’ad Yasin. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Terjemahan karya Dr. Yusuf Qardhawi. (Jakarta: Gema Insani Press, 1995)


[6] Op.cit. Fatwa-fatwa kontemporer, hal 785


[7] Opcit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal 24


[8] Loc.cit. Fatwa-fatwa kontemporer, hal 787


[9] Yusuf Qardhawi kagum terhadap pandangan  Ibnu  Hazm  mengenai  hal  ini. Beliau   berhenti  pada  petunjuk  nash  dan  tidak  melampaui batas-batasnya,  sehingga  mengenai   sasaran,   dan  menurut pendapat Yusuf Qardhawi, sesuai dengan kebenaran. karena cukup memuaskan dan jelas dalilnya. Ibnu Hazm berkata: "Adapun  sifat penyusuan   yang   mengharamkan   (perkawinan) hanyalah  yang menyusu dengan cara menghisap payudara wanita yang menyusui dengan mulutnya. Sedangkan orang  yang  diberi  minum susu  seorang wanita dengan menggunakan bejana atau dituangkan ke dalam mulutnya lantas ditelannya, dimakan bersama roti atau dicampur   dengan  makanan  lain,  dituangkan  kedalam  mulut, hidung, atau  telinganya,  atau  dengan  suntikan,  maka  yang demikian  itu  sama  sekali  tidak  mengharamkan (perkawinan), meskipun sudah menjadi makanannya sepanjang masa. Alasannya adalah firman Allah Azza wa  Jalla:

وَأُمَّهَـٰتُڪُمُ ٱلَّـٰتِىٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٲتُڪُم مِّنَ ٱلرَّضَـٰعَةِ

artinya:  'Dan  ibu-ibumu yang  menyusui  kamu  dan saudara perempuanmu sepersusuan ...' (an-Nisa':23)

Dan sabda Rasulullah saw.:

يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب

Artinya: “Haram karena susuan apa yang haram karena nasab."

Maka dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya tidak mengharamkan nikah kecuali karena irdha' (menyusui), kecuali jika wanita itu meletakkan susunya ke dalam mulut yang menyusu.  Dikatakan (dalam qiyas ishtilahi): ardha'athu-turdhi'uhu-irdha'an, yang berarti menyusui. Tidaklah dinamakan radha'ah dan radha'/ridha (menyusu) kecuali  jika anak yang menyusu itu mengambil payudara wanita yang menyusuinya dengan  mulutnya,  lalu  menghisapnya. dikatakan  (dalam qiyas ishtilahi, dalam ilmu sharaf): radha'a -yardha'u/yardhi'u radha'an/ridha'an wa radha'atan/ridha'atan. Adapun selain cara seperti  itu, sebagaimana yang saya sebutkan di atas, maka sama sekali tidak dinamakan irdha', radha'ah, dan radha', melainkan hanya air susu, makanan, minuman, minum, makan,  menelan,  suntikan, menuangkan  ke hidung, dan meneteskan, sedangkan Allah Azza wa Jalla  tidak  mengharamkan   perkawinan sama sekali yang disebabkan hal-hal seperti ini. Hal ini sejalan dengan hikmah pengharaman karena penyusuan itu, yaitu adanya rasa keibuan yang menyerupai rasa keibuan karena nasab, yang menumbuhkan rasa kekanakan (sebagai anak), persaudaraan (sesusuan), dan kekerabatan-kekerabatan  lainnya. Maka  sudah dimaklumi bahwa tidak ada proses penyusuan melalui bank susu, yang  melalui bank susu itu hanyalah melalui cara wajar (menuangkan ke mulut --bukan menghisap dari payudara—dan menelannya), sebagaimana yang dikemukakan oleh para fuqaha.


[10] Detikhealth.com


[11] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal 60


[12] www.nationalmilkbank.org


[13] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 63


[14] Di Indonesia tergabung dalam Perhimpunan Perinatologi Indonesia (PERINASIA)


[15] Namun tidak menimbulkan pengaruh pada hubungan nafkah, waris dan perwalian, lihat Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 42


[16] Loc.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 31


[17] H. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal. 424


[18] Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 5. (Bandung: Al Ma’arif), hal. 111


[19] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 70


[20] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 152-155


[21] Sahabat menambahkan dalil sunnah yang ada pada buku Fiqh Sunnah 5 hal. 112


[22] Loc.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 170


[23] Op.cit. H. Sulaiman Rasjid, hal. 426


[24] Op.cit Sayyid Sabiq, hal. 112, (hadist tersebut menjelaskan ayat al Qur’an an Nisa’:23)


[25] Beberapa dalil pada buku Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 196-197


[26] Ibid, hal. 198-200


[27] Loc.cit. Sayyid Sabiq, hal. 117


[28] Op.cit. H. Sulaiman Rasjid, hal. 425


[29] Ibid, hal. 116


[30] Ibid, hal. 117


[31] Op.cit. Sayyid Sabiq, hal. 117-120


[32] Salim adalah anak angkat dari pasangan Abu Hudzaifah dan Sahlah binti Suhail, karena anak angkat tidak bisa dinasabkan lagi dengan ayah angkatnya (al Ahzab ayat 5), maka Sahlah binti Suhail bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang bagaimana caranya jika anak angkat yang sudah dewasa (Salim) tetap bisa berhubungan seperti anak kandung dengan ibunya, lalu Rasulullah saw. Menyuruhnya untuk menyusui Salim. Maksud Sahlah adalah pentingnya bertemu anak angkat yang jelas bukan mahram tanpa menyulitkan dirinya kalau harus memakai hijab. Dan keringanan ini adalah sesuatu yang sangat mendesak dan darurat.


[33] Op.cit. Fatwa-fatwa kontemporer, hal 788


[34] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 132


[35] Dengan dalil hadist “Tidak ada penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging.”(HR. Ibnu Mas’ud dari Abu Daud) juga hadist: “Sesungguhnya penyusuan itu hanya karena lapar.”


[36] Imam Syafi’I, Ibnu Hubaib, Mutharrif, Ibnul Majisun dari murid imam Malik menambahkan pendapat bahwa biarkan bercampur dengan minuman asal zat air susunya tidak hilang sama sekali tetap mengharamkan. (Fiqh Sunnah 5, hal. 115)


[37] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 244


[38] Ibid. hal. 258-265


[39] Seperti dalam kasus apakah air susu sampai ke kerongkongan atau tidak, mengenyangkan atau tidak, menumbuhkan tulang dan daging atau tidak, juga ketika anak perempuan disusui beberapa penduduk kampong dan tidak diketahui siapa saja.


[40] Op.cit. Fatwa-fatwa kontemporer. hal 789-790


[41] Ahmad Sarwat,Lc. helwy.multiply.com


[42] Op.cit. Fiqh Sunnah 5, hal. 121


[43] Loc.cit [41]


[44] 9monthsmagazine.blogspot.com


[45] www.nationalmilkbank.org


[46] www.islamset.com


[47] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 122


[48] republika.co.id


[49] Loc.cit. [47]. hal. 127-130


[50] Sebelum disimpan dilakukan pasteurisasi dengan memanaskan ASI antara 57 sampai 63 derajat celcius selama setengah jam untuk membunuh mikroba berbahaya bahkan bisa sampai 100 derajat celcius.


[51] Op.cit. Fatwa-fatwa kontemporer. Hal. 790-791


[52] Op.cit. Keputusan-Keputusan Fiqih Kontemporer, hal. 75-117


[53] Ibid, hal. 267-281